ANTIHISTAMIN: Turunan Etilendiamin dan Turunan Kolamin
I. Definisi
Antihistamin, atau penghambat H1, bersaing dengan histamin untuk menduduki reseptor, sehingga menghambat respons histamin. Penghambat H1 disebut juga antagonis histamin. Umumnya ada 2 tipe reseptor histamin, H1 dan H2, keduanya menyebabkan respons yang berbeda. Bila H1 dirangsang, otot-otot polos ekstravaskular, termasuk otot-otot yang melapisi rongga hidung, akan berkonstriksi. Para perangsangan H2, terjadi peningkatan sekresi gastrik, yang menyebabkan terjadinya tukak lambung. Selanjutnya ada reseptor H3 yang terletak pada ujung saraf jaringan otak dan jaringan perifer mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi, dan peradangan.
Histamin merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kelainan akut dan kronis, sehingga perlu diteliti lebih lanjut mekanisme antihistamin pada pengobatan penyakit alergik. Antihistamin merupakan inhibitor kompetitif terhadap histamin. Antihistamin dan histamin berlomba menempati reseptor yang sama. Blokade reseptor oleh antagonis H1 menghambat terikatnya histamin pada reseptor sehingga menghambat dampak akibat histamin misalnya kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan vasodilatasi pembuluh darah.
II. Mekanisme Kerja
Antihistamin bekerja dengan cara memblokir zat histamin yang diproduksi tubuh. Zat histamin, pada dasarnya berfungsi melawan virus atau bakteri yang masuk ke tubuh. Ketika histamin melakukan perlawanan, tubuh akan mengalami peradangan. Namun pada orang yang mengalami alergi, kinerja histamin menjadi kacau karena zat kimia ini tidak lagi bisa membedakan objek yang berbahaya dan objek yang tidak berbahaya bagi tubuh, misalnya debu, bulu binatang, atau makanan. Alhasil, tubuh tetap mengalami peradangan atau reaksi alergi ketika objek tidak berbahaya itu masuk ke tubuh.
III. Antagonis H1
a. Farmakodinamik Tripelennamine HCl
Tripelennamine
merupakan antagonis histamin H1. Bersaing dengan histamin untuk normal H1 situs
reseptor pada sel-sel efektor dari saluran pencernaan, pembuluh darah dan
saluran pernapasan.
b. Farmakokinetik Tripelennamine HCl
Biasanya
diabsorbsi dengan baik di saluran cerna, kadar puncak plasma dicapai dalam 2-3
jam efeknya berakhir 4-6 jam. Distribusi obat luas termasuk di ssp dalam jumlah
kecil dijumpai dalam urin dengan bentuk metabolit. Eliminasi obat ini cepat
pada anak-anak dan dapat menginduksi enzim microsomal hepatic.
a. Farmakodinamik Difenhidramin
Aspek penting dari farmakologi obat diphenhydramine adalah sebagai
antagonis reseptor histamin H1 generasi pertama sehingga dapat mengurangi kadar
histamin dalam tubuh, sebagai antiparkinson, antiemesis, antikolinergik dan
sedasi.
b. Farmakokinetik Difenhidramin
Absorbsi
Obat difenhidramin diabsorbsi dengan baik di saluran pencernaan. Waktu
untuk mencapai konsentrasi plasma puncak sekitar 1-4 jam.
Distribusi
Difenhidramin didistribusikan secara luas ke seluruh bagian tubuh termasuk
sistem saraf pusat. Obat ini dapat berikatan dengan protein plasma (plasma
binding protein) 98-99%.
Metabolisme
Difenhidramin dimetabolisme terutama di hati. Obat ini dapat dimetabolisme
di hati menjadi N-Desmetildifenhidramin dan difenhidramin N-glukoronida.
Ekskresi
Difenhidramin diekskresi melalui urin dalam bentuk metabolit walaupun
sebagian kecil bisa berbentuk obat utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Kee,
J. L. dan E. R. Hayes. 1996. Farmakologi
Pendekatan Proses Keperawatan. Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Pohan,
S. S. 2007. Mekanisme Antihistamin pada Pengobatan Penyakit Alergik: Blokade
Reseptor-
Penghambatan Aktivasi Reseptor. Majalah
Kedokteran Indonesia. 57(4) : 113-117.
Terimakasih atas ilmunya, artikelnya sangat bermanfaat 🙏
ReplyDeleteTerima kasih kembali saudari Try..
DeleteHallaw ikhsan izin menjawab nomor 3 tahapan farmakokinetik pada adalah satu obat antihistamin gol antagonis H1 yaitu seperti dapat dilihat Antagonis H1 biasanya diabsorpsi dengan baik di saluran cerna. Contohnya Difenhidramin yang diberikan per oral mencapai kadar maksimum dalam darah kurang lebih 2 jam dengan waktu paruh 4 jam. Distribusi obat ini luas, termasuk di SSP dan dalam jumlah kecil dijumpai di dalam urine dengan bentuk metabolit. Eliminasi obat ini cepat pada anak dan dapat menginduksi enzim microsomal hepatik. Setelah pemberian oral, kadar puncak plasma dicapai dalam 2-3 jam dan efeknya berakhir 4-6 jam. Semoga membantu :))
ReplyDeleteHalo Dhita, terima kasih atas jawabannya. Saudari Dhita mencontohkan tahapan farmakokinetik dari obat Difenhidramin, supaya bisa dibandingkan saya akan bahas farmakokinetik obat Loratadine. Pada tahap absorpsi, loratadine diserap dengan cepat di saluran pencernaan, memang dapat dilihat bahwa obat-obat antihistamin antagonis H1diabsorpsi dengan baik pada saluran cerna. Tahap distribusi, loratadine berikatan dengan protein plasma hingga 98%. Kemudian metabolismenya terjadi di hepar, dan pada tahap eliminasi di mana waktu paruhnya adalah 8,4 jam serta sejumlah 80% diekskresikan melalui urin dan feses.
DeleteTerimakasih artikelnya mudah untuk di pahami, dan saya mencoba untuk menjawab pertanyaan no.2 dari saudara ikhsan kenapa pada gugus Aril pada antagonis h1 di untungkan?
ReplyDeleteJadi pada struktur antagonis reseptor H1 terdapat gugus Aril dilambangkan dengan X yang bersifat lipofil sehingga dapat terdistribusi dengan baik kedalam membran sel yang juga bersifat lipofil dan membuat ikatan hidrofobik sehingga terikat ny dengan reseptor juga lebih besar untuk memberi efektivitas meredakan alergi dari pelepasan histamin.
Terimakasih
Maafkan apabila terdapat kekurangan saat menjawab pertanyaan nya😁
Baik terima kasih Pran sudah membantu menjawab permasalahan no. 2, betul yang Pran sampaikan bahwa suatu obat yang bersifat lipofil maka ia akan lebih luas diserap oleh tubuh, karena sifatnya sama seperti membran sel yang lipofil maka partikel obat akan lebih mudah untuk masuk menuju ke reseptor.
DeleteTerimakasih pembahasannya sangat bermanfaat
ReplyDeleteTerima kasih saudari Emel..
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerimakasih, artikelnya sangat menarik. Izin menjawab soal no 1. Mengenai mekanisme peningkatan sekresi gastrik oleh H2 yang menyebabkan tukak lambung. Saat ada zat asing masuk ke dalam lambung, sel mast pada lambung akan melepaskan banyak histamin. Histamin akan berikatan dengan reseptor H2, begitupula dengan reseptor adrenergik dan kolinergik yang berikatan dengan ligan masing-masing. Hal tersebut mengaktifkan pompa proton sehingga terjadi perpindahan H+ ke lumen lambung, H+ berikatan dg Cl- membentuk asam lambung. Suasana lambung yang asam mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Saat konsentrasi HCl yang tinggi ditambah dengan adanya pepsin, maka zat ini akan merusak mukus lambung yang lama kelamaan menyebabkan tukak lambung. Mohon koreksinya.
ReplyDeleteTerima kasih kembali untuk Annastya, seperti yang disampaikan bahwa pada awalnya memang diakibatkan oleh suatu benda asing yang menyebabkan inflamasi sehingga tubuh memproduksi histamin dan pada akhirnya meningkatkan sekresi asam lambung hingga menjadi kronis membentuk tukak pada lambung. Menurut salah satu sumber yang saya baca, ada kondisi autoregulasi yang terjadi, yaitu: ketika telah terjadi tukak lambung, tentu tubuh merespons itu sebagai suatu inflamasi, kemudian pesan tersebut diteruskan ke sitokin menuju sel G sehingga terjadi peningkatan gastrin, dilanjutkan dengan dirangsangnya reseptor sel-sel parietal yang kemudian melepaskan HCl. Di sisi lain gastrin merangsang terbentuknya histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 menghasilkan H+ dan berikatan membentuk HCl. Sedikit tambahan ada obat yang bekerja pada reseptor H2 seperti Simetidin dan Ranitidin yang berperan dalam menghambat histamin untuk berikatan dengan reseptornya.
Deleteterima kasih.artikelnya sangat menarik izinkan saya menjawab secara singkat untuk pertanyaan no 3 untum farmakokinetik dari antagonis h1 obat bertipe ini sangat cepat ketika diabsorbsi oleh sistem pencernaan tubuh lalu setelah di absorbsi maka obat akan di metabolisme di hati dan akan dikeluarkan bersama urin
ReplyDelete